Tuesday, June 16, 2015

Trend Terbaru Bisnis Ikan Hias



Mutiara tikus banyak peminatnya karena bersosok lucu

Bisnis ikan hias masih menjanjikan keuntungan.
Ukuran kardinal tetra sungguh kecil, hanya 1,8 cm. Harga ikan hias Paracheirodon axelrodi itu juga kecil Rp500 per ekor. Namun, bagi Mujilan kardinal tetra bermakna besar dalam hidupnya. Sebab, ikan hias anggota famili Characidae itu menjadi sumber pendapatan Mujilan. Omzet peternak di Curug, Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat, itu Rp6,5-juta saban bulan hasil penjualan 13.000 kardinal tetra.
Mantan kepala sekolah di Jakarta Selatan yang pensiun dini itu mengatakan biaya produksi untuk menghasilkan ikan itu hanya Rp1-juta, sehingga laba bersihnya Rp5,5-juta. “Saya tertarik beternak ikan hias karena keuntungan dan prospeknya relatif bagus,” tutur ayah 3 anak itu. Ia mulai beternak ikan hias bermodal Rp2-juta. Semula ia membudidayakan red nose Hemigrammus rhodostomus. Baru pada 2003 Mujilan mengembangkan kardinal tetra.

Kontes menjadi lokomotif untuk menggerakkan bisnis ikan hias
Kontes menjadi lokomotif untuk menggerakkan bisnis ikan hias

Akuaskap
Mujilan (49 tahun) membeli 100 indukan kardinal tetra Rp500.000 dari pedagang ikan hias di dekat rumahnya. Hasil budidayanya untuk memenuhi permintaan pengepul di Serpong, Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Nun di Durensawit, Jakarta Timur, Budi Suroso beromzet Rp12-juta per bulan. Itu hasil perniagaan 40.000 blackghost. Ia menjual ikan itu ke peternak pembesaran di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Budi hanya menjual blackghost berumur 7 hari setelah menetas Rp300 per ekor. “Jika saya memproduksi 60.000 ekor per bulan pun pasti laku,” kata pria kelahiran Jakarta 1968 itu. Budi beralih menekuni dunia ikan hias sejak 2009. Saat itu perusahaan tempat ia bekerja bangkrut. Untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari pria 46 tahun itu menjadi peternak ikan hias.
Ia menuturkan permintaan “hantu hitam” itu cenderung stabil dari tahun ke tahun. Menurut perancang akuaskap di Bintaro, Tangerang Selatan, Buyung Noppy, kardinal dan neon tetra langganan mengisi taman akuarium. “Pertimbangan konsumen memilih tetra karena warna dan perilakunya yang bergerombol,” kata Buyung. Pemilihan ikan yang hidup berkoloni dan bercorak terang memang menjadi salah satu syarat perancang akuaskap. Semakin kontras warna ikan dengan latar akuaskap, semakin indah panoramanya.

Udang red bee menghuni akuaskap untuk membersihkan sisa pakan
Udang red bee menghuni akuaskap untuk membersihkan sisa pakan
Kebanyakan pehobi tertarik memiliki akuaskap untuk mengisi akuarium kosong bekas lou han yang membubung pada 2002. Setelah pamor lou han melorot, akuarium para pohobi kosong sehingga mereka mengisinya dengan ikan-ikan nan seronok itu. Sementara di Surabaya, Jawa Timur, pehobi memilih akuaskap untuk menggantikan akuarium laut yang perawatannya lebih sulit.

Peran ganda
Buyung menuturkan sejak 2004 masyarakat makin mengenal akuaskap. Musababnya pameran atau kontes akuaskap lazim dilaksanakan di tempat umum seperti pusat perbelanjaan. “Masyarakat jadi lebih mengenal akuaskap dan tertarik keindahan serta ingin memilikinya,” kata Buyung. Tentu saja permintaan komponen akuaskap seperti ikan ikut terdongkrak. “Dalam sebulan saya menjual lebih dari 1.000 ikan,” kata pemilik Buyung Aquascape Bintaro, itu.
Tren akuaskap turut mendongkrak penjualan ikan hias
Tren akuaskap turut mendongkrak penjualan ikan hias
Selain ikan kecil berwarna cerah, akuaskap pun menaikkan penjualan udang hias. Konsumen membeli udang karena sosoknya seronok, merah cerah. Selain itu satwa Crustaceae itu berfungsi membersihkan sisa pakan dan pemakan alga sehingga akuarium tampak selalu bersih. Jenis udang yang paling diminati antara lain red cherry, rili, dan red bee.
Di sentra ikan hias di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat, Munir, menangguk untung dari maraknya akuaskap. Munir yang sebelumnya hanya berjualan cupang menambah koleksi dagangannya dengan ikan pengisi akuaskap. “Saya menjual neon, kardinal, dan red nose sejak 2000 karena saat itu sedang tren,” kata pria kelahiran Jakarta itu. Munir melego 500 ikan aneka jenis seharga Rp2.000 per ekor sehingga beromzet Rp1-juta setiap bulan.

Permintaan tinggi
Munir menuturkan tidak hanya dirinya yang berjualan ikan pengisi akuaskap. “Lebih dari 10 orang yang menambah dagangannya dengan ikan kecil itu,” ujar pria berumur 37 tahun itu. Bukan hanya ikan hias kecil pengisi akuaskap yang penjualannya bagus. Perniagaan ikan hias lain seperti maskoki, cupang, koi, dan diskus pun masih berprospek cerah.
Kontes beragam ikan hias itu menjadi lokomotif untuk menggerakkan bisnis. Dua tahun terakhir, kontes-kontes itu terselenggara oleh berbagai komunitas penggemar ikan hias. Pada Desember 2014, misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikan mengadakan acara Internationl Pets and Plants Aquatic Expo (IPPAE) yang berlangsung meriah.

Mujilan mengandalkan kardinal sebagai sumber utama mata pencaharian
Mujilan mengandalkan kardinal sebagai sumber utama mata pencaharian

Panitia menghelat kontes arwana, maskoki, diskus, dan cupang hingga melahirkan para jawara (baca: “Kampiun Akhir Tahun” halaman 60-62). Kontes tetap berpengaruh pada permintaan ikan hias. Itulah sebabnya permintaan ikan pun terus tumbuh setiap tahun. Peternak maskoki di Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Umar Dani T, rutin menjual 4.000 maskoki mutiara setiap bulan.
Harga jual mutiara tikus berkisar Rp5.000—Rp50.000 tergantung ukuran per ekor. Harga pertama untuk mutiara tikus sebesar kelereng, sedangkan harga paling tinggi untuk ikan seukuran bola pingpong. Dari penjualan itu omzet Dani sekitar Rp20-juta—Rp200-juta sebulan. Sekitar 60% mutiara tikus diekspor ke Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Sisanya 40% masuk pasar lokal.
Menurut Dani pencinta ikan hias menyenangi mutiara tikus karena sosoknya lucu. Bentuk tubuh bulat seperti bola. Sementara sisiknya seperti mutiara kecil yang menempel di sekujur tubuh. Peternak ikan hias 29 tahun itu juga menangkarkan jenis lain seperti oranda, ryukin, dan ranchu.

Farm milik Mujilan yang menghasilkan 13.000 kardinal per bulan
Farm milik Mujilan yang menghasilkan 13.000 kardinal per bulan

Menurut Bima Saksono dari Perhimpunan Ikan Hias Indonesia (PIHI) tren ikan hias lokal belum pernah turun. “Jika saya memproduksi 15.000 kardinal per bulan pun terjual,” ujar Mujilan. Budi menuturkan peluang budidaya blackghost masih terbuka. Saat ini Budi baru bisa menghasilkan 40.000 blcakghost per bulan. “Jika saya menghasilkan 60.000 sebulan pun pasti laku,” kata Budi.
Peternak ikan hias di Tulungagung, Jawa Timur, Hendra Bastian, baru bisa memasok 80% permintaan domestik. Dalam sebulan Hendra menjual 120 boks berisi maskoki, koi, dan cupang. Terdapat 7—8 kantung berisi aneka jenis ikan di setiap boks. Dani pun baru bisa memasok 40% kebutuhan pasar lokal untuk mutiara tikus. “Peluang beternak mutiara tikus masih bagus,” kata pemilik Limas Farm itu.
Umar Dani T, "Kebutuhan pasar lokal untuk mutiara tikus baru terpenuhi 40%."
Umar Dani T, “Kebutuhan pasar lokal untuk mutiara tikus baru terpenuhi 40%.”
Hambatan
Bisnis ikan hias tidak selalu mulus tanpa hambatan. Banyak aral menghadang peternak. Menurut Mujilan cuaca mempengaruhi produksi ternak ikan hias. Pada musim kemarau produksi kardinal turun hingga lebih dari 50% karena sulit mendapat air. Bukan berarti pada musim hujan tanpa hambatan. Kendala saat musim hujan adalah kesulitan mendapatkan pakan alami berupa kutu air. Selain itu karena suhu air juga terlalu dingin sehingga ikan banyak yang mati.
Mujilan mengalami penurunan produksi kardinal hingga 61% pada Desember 2014. Lazimnya ia menghasilkan 13.000 kardinal, tapi pada pengujung 2014 ia hanya sanggup menghasilkan 5.000 ikan. Budi menuturkan beternak blackghost pH air mesti diperhatikan. Jika lalai, ikan anggota famili Apteronotidae itu bisa mati. Untuk menetaskan telur Budi memerlukan pH tinggi yaitu lebih dari 7.

Peternak sulit mencari pakan ikan saat musin hujan
Peternak sulit mencari pakan ikan saat musin hujan

Sementara pembesaran memerlukan pH di bawah 7. Pasar ikan hias domestik masih relatif bagus. Peternak mesti mewaspadai gejolak pasar ekspor. Pemilik Taufan Fish Farm di Bogor, Jawa Barat Euis S Djohan, mengalami penurunan permintaan hingga 95% (baca: “Jalan Terjal Ikan Hias” hal 96—97). Sejatinya Indonesia berpeluang menguasai pasar ekspor ikan hias dunia. Sebagai gambaran dari 8.000 jenis ikan yang diperdagangkan di pasar internasional, 4.500 jenis di antaranya adalah ikan hias perairan Indonesia.
Dari jumlah itu beberapa jenis yang sudah diekspor di antaranya keluarga rainbow, catfish, siklid, dan poecilid. Selain itu, menurut data Kedutaan Besar Indonesia untuk Singapura tahun 2013, Indonesia menguasai 30% pasar impor ikan hias di Singapura. Negara lain yang juga menjadi tujuan ekspor ikan hias Indonesia adalah Hongkong, Amerika Serikat, Jepang, dan Malaysia. (Riefza Vebriansyah/Peliput: Rizky Fadhilah)

1 comment: