Thursday, June 18, 2015
Berternak Lele Dengan Metode Kolam Gravitasi
Sortir 10.000 lele hanya sejam.
Untuk menyortir 10.000 bibit ukuran 4—6 cm Sutrisno Saliman hanya perlu sejam. Lazimnya 2 penyortir memerlukan 2 jam. Cara sortir peternak di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, itu memang efisien. Menurut periset di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi, Jawa Barat, Ade Sunarma MSi, peternak 2—3 kali sortir sejak tebar benih hingga panen.
Artinya penghematan waktu dan tenaga kerja sortir selama budidaya lebih hemat. Menurut Sutrisno penyortiran penting untuk mendapatkan ukuran seragam. Selain itu juga, “Dapat mengurangi sifat kanibalisme lele,” kata mantan pelaut itu. Jika penyortiran tidak dilakukan, lele yang lebih besar memangsa lele berukuran kecil.
Ember berlubang
Akibat kanibalisme jumlah ikan yang dipanen berkurang sehingga pendapatan peternak pun menurun. Ade mengatakan lele bersifat kanibal karena beberapa faktor seperti kekurangan pakan, padat tebar tinggi, dan stres. “Kanibalisme juga sifat alami lele,” kata pria berumur 41
tahun itu.
“Penyortiran saat panen perlu dilakukan untuk memenuhi ukuran lele yang diminati konsumen,” kata Saliman. Maklum selera konsumen berbeda terkait ukuran lele. Ada yang meminta lele besar atau sedang. “Konsumen lele di Yogyakarta menghendaki lele yang 1 kg berisi 7—8 dan 10—12 ekor,” ujar pengepul lele di Bantul, Yogyakarta, Mahmudin.
Para peternak menyortir lele menggunakan pengayak berupa ember berlubang dengan ukuran tertentu. Ada yang berukuran 6—8, 7—9, 9—12, dan 10—11 tergantung ukuran lele yang akan disortir.
Sutrisno juga pernah melakukan penyortiran menggunakan ember berlubang pada 2011—2012. Ketika itu ia menyerok ikan, lalu meletakkan lele di atas ember berlubang dan menggoyangkannya berulang-ulang. Pengayakan selesai jika sudah tidak ada lele yang melewati lubang.
“Makin banyak lele, semakin lama waktu sortir yang diperlukan. Jika ingin lebih cepat, jumlah tenaga kerja ditambah,” kata ayah 4 anak
itu. Selain butuh waktu lebih lama, penyortiran dengan ember berlubang kerap membuat lele stres, bahkan mati.
Berjenjang
Untuk mengatasi sortir manual yang lama dan berdampak buruk bagi lele, Sutrisno berinisiatif menciptakan kolam sortir otomatis berjenjang. Pada Oktober 2013 ia membangun 30 kolam permanen dari semen, masing-masing berukuran 3,5 m x 4,5 m x 1 m di lahan sawah. Posisi kolam dibuat 2 jalur yang saling berhadapan. Jadi, 15 kolam saling berhadapan dan dipisahkan parit selebar 40 cm.
Di setiap kolam terdapat pintu berukuran 80—120 cm x 40 cm. Sutrisno juga membuat sekat di sudut kolam dekat pintu sehingga tidak ada pojok. “Tujuannya agar sortir lebih mudah karena ikan tidak bisa lari ke pojok,” kata alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Cilincing, Jakarta Utara, itu. Di ujung rangkaian kolam terdapat kolam penampungan berukuran 7 m x 3 m.
Kolam penampungan bermanfaat pada saat panen lele. “Di kolam itu lele dengan ukuran yang dikehendaki siap diangkut pembeli,” kata Sutrisno. Prinsip kolam sortir otomatis ala Sutrisno mengikuti sifat alami air yaitu bergerak dari tempat tinggi ke tempat yang lebih
rendah. Oleh karena itu posisi kolam Sutrisno berjenjang.
Delapan kolam pertama, lebih tinggi daripada 16 kolam lain, sedangkan 6 kolam sisanya yang paling rendah. “Perbedaan antarkelompok kolam itu 5 derajat,” kata pria kelahiran Bangkalan, Provinsi Jawa Timur, itu. Artinya, selisih ketinggian kolam pertama dengan kolam
berikutnya, 10 cm. Untuk menyortir di kolam sortir otomatis berjenjang sederhana.
Kolam minimalis
Untuk menyortir, Sutrisno cukup meletakkan sekat dari lempengan besi berukuran 80—120 cm x 40 cm yang menghubungkan antarpintu. Lalu ia memasang filter lempengan besi.
Kemudian Sutrisno membuka pintu penyekat di kolam kedua. Lantas ia mengangkat pintu di kolam pertama sehingga air dan ikan yang tubuhnya lebih kecil daripada filter masuk ke kolam kedua. Di kolam pertama tersisa lele sesuai ukuran filter. Dengan cara itu Sutrisno mampu menyortir 10.000 lele dalam waktu 1 jam dengan 1 tenaga kerja. Bandingkan dengan cara biasa yang memerlukan 2 tenaga kerja dalam waktu 2 jam.
Sutrisno menuturkan peternak lain dapat mengadopsi teknik sortir seperti yang ia lakukan dengan ukuran yang lebih kecil sehingga menghemat biaya investasi. Untuk pembuatan 30 kolam, Sutrisno menghabiskan Rp300-juta atau Rp10-juta per kolam. Menurut Sutrisno
peternak tidak harus membuat 30 kolam sortir, bahkan 4 kolam pun memadai.
“Kolam sortir minimalis terdiri atas 4 kolam dengan ukuran masing-masing 4,5 x 3,5 m,” katanya. Pembuatan 1 kolam menghabiskan biaya Rp2,5-juta. Kehadiran kolam otomatis berjenjang pun membuat waktu sortir lebih singkat dengan biaya rendah. Dengan begitu diharapkan
keuntungan beternak meningkat. (Riefza Vebriansyah)
Labels:
TIPS SATWA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment